Rabu, 25 April 2012

setelah baca Hapalan Surat Delisa


Hari minggu kemaren, saat rebutan laptop sama Uce itu, aku badmood baca sms abang yang bilang “jangan drama ah”. Mungkin memang akunya yang lagi (atau selalu) sensitive dan bener kata abang selalu manja. Aku tambah kesel saat malemnya, saat Uce lagi di WC, (salah akunya juga untuk) minjem android untuk liat mention. Tapi ternyata whatsappnya belum ketutup. Aku tambah kesel saat ga sengaja baca “bener, dia mah jangan dibelain” sama “aku juga bungsu tapi ga kayak gitu”. Mata aku panas. Aku ga tau kenapa harus nangis tapi ternyata akhirnya aku nangis juga haha.

Aku rasanya pengen ngirim sinyal SOS ke siapapun yang bisa ngerti aku saat itu. Aku pengen sms Mb Nida tapi hape rusak. Aku pengen nulis di laptop tapi laptopnya masih dipake Uce. Akhirnya aku ambil pena dan kertas seketemunya. Di balik kertas P3A geografi aku tulisin semuanya, aku tulisin kalo aku keseeeeeeeeeeeeel banget. Dan aku tambah kesel saat aku lagi nulis itu semua dan Uce bilang “cie adek, the galauer!” ergh!

Dan malem ini, hape aku yang rusak lagi dirawat dikonter, jadi deh aku ga smsan. Aku buka laptop bongkar koleksi e-book. Aku akhirnya mutusin untuk baca Hapalan Surat Delisa-nya Tere Liye. Aku ngerasa sama kayak Aisyah di cerita itu, aku juga jadi terharu baca bagian ini :
“.. sungguh saudara-saudara kita akan menjadi tameng api neraka. Maka berbuat baiklah kepada mereka. Sungguh adik-kakak kita akan menjadi perisai cambuk malaikat. Maka berbuat baiklah kepada mereka. Sungguh saudara-saudara kita akan menjadi penghalang siksa dan himpitan liang kuburnya. Maka berbuat baiklah kepada mereka.”
Sama kayak Aisyah yang malu, nyesel dan sedih inget kesalahannya sama Delisa, aku juga sadar udah salah dengan ga pentingnya kesel sama Abang sama Uce. Kalo dicerita itu Aisyah ngebuatin “jembatan keledai” (kertas petunjuk) buat Delisa menghapal bacaan sholat sebagai permintaan maaf, maka aku nulis ini untuk minta maaf :’)

Sama kayak setelah selesai baca buku laen. Aku juga bersyukur karena bisa baca buku Hapalan Surat Delisa ini. Semua pertanyaan-pertanyaan usil aku tentang segala hal yang terjadi disekitar aku pelan-pelan dibahas di buku ini. Tentang segala macem firasat yang sering dateng ke aku tanpa aku mau, tau dan bisa cerita ke orang lain. Tentang keenggakmungkinan kita untuk mengerti semua hal. Tentang kita yang seharusnya ga terlalu banyak tanya tapi cukup menerima, menerima kayak Delisa. Tanpa penolakan. Tanpa pembangkangan, haha aku sering tuh ngebangkang. Finally, I found the reason why I’m here with you all here around me. Just because so that we can love each other, without questions or doubts. Aku jadi inget quote yang dulu aku tulis waktu materi Love pusdiklat  “karena cinta bukan untuk dipertanyakan” J

PS. semua yang kita ga punya atau ga berhasil kita dapetin selama ini mungkin sama alasannya sama punya Delisa, biar semua yang kita lakuin bukan untuk siapa-siapa atau untuk apapun kecuali untuk Allah. Lagi-lagi kayak kata Delisa “Delisa cinta Ummi karena Allah, Delisa cinta Abi karena Allah”.

Senin, 02 April 2012

Thanks God, it becomes easier :)

setelah sama-sama berpura-pura tolol, akhirnya dia ngebahas juga. I'm so shy. But, it really helps me. Seakan dibebasin dari sesuatu yang udah lama banget ngeganjel dan bikin ga nyaman.

Am I the one, amn't I? he said.
Mau apalagi? Ya gw cuma jawab yeah.
Ntah gimana ceritanya kok jadi dia yang seakan kesel coba. Masa dia bilang, kenapa ga bilang aja si? Gw gemes tauuuu :D
Hello boooooooy! lu pikir gampang jadi cewek.
Terus setelahnya semua ngalir gitu aja. He thanked me for my feeling for him. Me too actually.
Terlepas dari segala yang menggelikan ini, dia dengan sempet-sempetnya ngejailin gw. Katanya dia pengen liat muka gw, pasti lucu. Gw bener-bener bersyukur obrolan ini lewat sms, karena gw ngerasa udah bermetamorfosis jadi Mr. Crab yang merah mukanya >.<

Now, everything becomes easier for us. It strengthens our relation. It's almost a happy ending. We don't care about the time and the status, not important. We're just happy to be able to share each other. God, thanks for everything. Please make it last just forever :)
hihihihihi



Minggu, 01 April 2012

mungkin ini yang dipikirin that person


Manusia tumbuh bersama masalah, mengakrabi waktu. Aku pun begitu, berubah. Aku cukup beruntung tersandung di hari kemarin. Aku jera. Aku ingin puasa dulu dari sesuatu yang banyak orang perbincangkan, cinta. Bukan apatis, hanya lelah. Terlebih lagi sekarang realita menuntut perhatian lebih. Mimpiku-pertambangan UNSRI-merajuk minta diseriusi.

Baru-baru ini bersama teman lamaku, aku bernostalgia. Dia mengawali obrolan (dan aku tak keberatan menjadi teman ngobrolnya), mulai dari suasana Gandhi (tempat kursus bahasa inggris kami), remeh-temeh program di TV sampai film yang sedang on di bioskop. Tak mau kalah, aku pun ikut mengajukan topik. Ujian Sekolah, tes penerimaan mahasiswa dan teropong bintang jadi pilihanku. Memang menyegarkan mengobrol bersama temanku satu ini, pikirannya yang meletup-letup membuat alur obrolan kami tak terterka, menyenangkan. Sela waktu dari sms dikirim sampai masuk ke inbox hp kami masing-masing tidak menjadi kendala.

Aku agak tak percaya saat dia mengajakku sharing tentang perasaannya. Bukan apa-apa, setauku dulu temanku satu ini orang yang praktis dan bukan tipe feminine yang akan repot-repot berurusan dengan hal-hal berbau perasaan. Dan kalaupun harus, biasanya dia tidak perlu bantuan atau saran orang lain, karena dia tidak mau ambil pusing, dia bisa mengatasinya sendiri. Tapi seperti pengakuannya, semua orang berubah. Tak terkecuali dirinya, begitu juga denganku (tambahku dalam hati).

Tak bisa kupungkiri, aku tertarik dengan kejadian yang jarang-jarang ini. Dia bercerita tentang perasaannya yang entah bagaimana tak nyaman mendapatkan perhatian lebih dari temannya (yang lawan jenis). Sisi feminine-nya meninggalkan perasaan tak enak hati dan takut merasa jahat. Dia memang terlalu baik hati untuk repot-repot memikirkan perasaan orang lain.

Aku sempat menertawainya, mungkin karena aku bukan perempuan yang bisa mengerti perasaannya. Tapi setidaknya (kalau normal) seharusnya temannya sama seperti aku, laki-laki. Aku sampaikan padanya kalau kami-kaum adam-akan baik-baik saja, jadi dia tidak perlu takut merasa jahat. Aku senang mengetahui dia lega mendengar pernyataanku, what a funny little girl!

Tapi rasa penasaranku berhasil menarikku untuk sedikit menjailinya. Aku ingin tau alasan mengapa dia tidak mau menerima perasaan temannya. Lalu dia menjawab just because of someone else. Sekali lagi aku sadar, dia juga sudah dewasa. Sudah pernah mencicipi cinta. Tak ingin dia kecewa seperti aku pernah dikecewakan, aku mengingatkannya kalau being in a relationship is not easy dan hampir belum ada gunanya bagi seumuran kami. Aku juga menambahkan, mungkin akan terasa menyenangkan diawalnya tapi tak menutup kemungkinan berakhir dengan sakit hati (seperti aku). I just like him doesn’t mean he must be mine, at least not now when we don’t need any relation, begitu jawabnya. Sungguh jawaban yang realistis dan dia banget.

Namun penasaranku belum terpuaskan. Aku kembali bertanya padanya, siapa gerangan? Lama waktu berlalu masih juga tak ada balasan, aku lihat jam di hp memang sudah agak malam. Mungkin dia sudah tertidur, pikirku. Beberapa saat setelah lama menunggu balasan smsnya, akhirnya hpku bergetar. Seperti dugaanku, darinya. Aku membuka dan membacanya, ternyata dia baru selesai sholat Isya (pantas saja balasnya agak lama) tapi.. saat aku beralih ke 3 kalimat selanjutnya, aku sungguh bingung harus bereaksi seperti apa. Tidak ada orang lain di dunia ini yang dapat mewakili siapa orang yang digambarkan oleh 3 kalimat lugas-tanpa emote-tersebut selain.. selain.. selain aku. Aku sungguh kaget dan tak percaya. Aku kehilangan kosakata. Aku tak mampu membalas smsnya, mungkin aku lebih tepatnya tak berani menghadapinya. Aku pikir aku siapa sampai berani percaya dia suka padaku. Dan akhirnya aku membiarkan smsnya tadi menjadi sms terakhirnya di inboxku, sampai nanti ketika aku telah menemukan kembali kosakataku.

Dilain tempat seseorang sedang mendengarkan lagu Percayakan padaku-Sheila on 7

Saat mata terhalang oleh malam
Tidur dan berkembanglah
Saat sang pagi kembali menari
Datanglah dengan hati


Bila kau ragu pada impianmu
Percayakan padaku
Jalan hidup yang akan engkau tempuh
Percayakan padaku

Reff:
Tumbuhlah jadi pendampingku
Seiring malam yang menjemput senja
Kekasih percaya padaku
Kau nyata tercipta ’tuk di sampingku


Kau takkan pernah tahu apa yang kau miliki
Hingga nanti kau kehilangan
Maka jangan pernah tinggalkan aku
Kekasih oh kekasih
Lagu untukmu oh kekasih