Manusia tumbuh bersama masalah, mengakrabi waktu. Aku pun
begitu, berubah. Aku cukup beruntung tersandung di hari kemarin. Aku jera. Aku ingin
puasa dulu dari sesuatu yang banyak orang perbincangkan, cinta. Bukan apatis,
hanya lelah. Terlebih lagi sekarang realita menuntut perhatian lebih.
Mimpiku-pertambangan UNSRI-merajuk minta diseriusi.
Baru-baru ini bersama teman lamaku, aku bernostalgia. Dia mengawali
obrolan (dan aku tak keberatan menjadi teman ngobrolnya), mulai dari suasana
Gandhi (tempat kursus bahasa inggris kami), remeh-temeh program di TV sampai
film yang sedang on di bioskop. Tak mau
kalah, aku pun ikut mengajukan topik. Ujian Sekolah, tes penerimaan mahasiswa
dan teropong bintang jadi pilihanku. Memang menyegarkan mengobrol bersama
temanku satu ini, pikirannya yang meletup-letup membuat alur obrolan kami tak
terterka, menyenangkan. Sela waktu dari sms dikirim sampai masuk ke inbox hp
kami masing-masing tidak menjadi kendala.
Aku agak tak percaya saat dia mengajakku sharing tentang
perasaannya. Bukan apa-apa, setauku dulu temanku satu ini orang yang praktis
dan bukan tipe feminine yang akan
repot-repot berurusan dengan hal-hal berbau perasaan. Dan kalaupun harus,
biasanya dia tidak perlu bantuan atau saran orang lain, karena dia tidak mau
ambil pusing, dia bisa mengatasinya sendiri. Tapi seperti pengakuannya, semua
orang berubah. Tak terkecuali dirinya, begitu juga denganku (tambahku dalam
hati).
Tak bisa kupungkiri, aku tertarik dengan kejadian yang
jarang-jarang ini. Dia bercerita tentang perasaannya yang entah bagaimana tak
nyaman mendapatkan perhatian lebih dari temannya (yang lawan jenis). Sisi feminine-nya meninggalkan perasaan tak
enak hati dan takut merasa jahat. Dia memang terlalu baik hati untuk
repot-repot memikirkan perasaan orang lain.
Aku sempat menertawainya, mungkin karena aku bukan perempuan
yang bisa mengerti perasaannya. Tapi setidaknya (kalau normal) seharusnya
temannya sama seperti aku, laki-laki. Aku sampaikan padanya kalau kami-kaum
adam-akan baik-baik saja, jadi dia tidak perlu takut merasa jahat. Aku senang
mengetahui dia lega mendengar pernyataanku, what
a funny little girl!
Tapi rasa penasaranku berhasil menarikku untuk sedikit
menjailinya. Aku ingin tau alasan mengapa dia tidak mau menerima perasaan
temannya. Lalu dia menjawab just because
of someone else. Sekali lagi aku sadar, dia juga sudah dewasa. Sudah pernah
mencicipi cinta. Tak ingin dia kecewa seperti aku pernah dikecewakan, aku
mengingatkannya kalau being in a
relationship is not easy dan hampir belum ada gunanya bagi seumuran kami. Aku
juga menambahkan, mungkin akan terasa menyenangkan diawalnya tapi tak menutup
kemungkinan berakhir dengan sakit hati (seperti aku). I just like him doesn’t mean he must be mine, at least not now when we
don’t need any relation, begitu jawabnya. Sungguh jawaban yang realistis
dan dia banget.
Namun penasaranku belum terpuaskan. Aku kembali bertanya
padanya, siapa gerangan? Lama waktu berlalu masih juga tak ada balasan, aku
lihat jam di hp memang sudah agak malam. Mungkin dia sudah tertidur, pikirku. Beberapa
saat setelah lama menunggu balasan smsnya, akhirnya hpku bergetar. Seperti dugaanku,
darinya. Aku membuka dan membacanya, ternyata dia baru selesai sholat Isya
(pantas saja balasnya agak lama) tapi.. saat aku beralih ke 3 kalimat
selanjutnya, aku sungguh bingung harus bereaksi seperti apa. Tidak ada orang
lain di dunia ini yang dapat mewakili siapa orang yang digambarkan oleh 3 kalimat
lugas-tanpa emote-tersebut selain.. selain..
selain aku. Aku sungguh kaget dan tak percaya. Aku kehilangan kosakata. Aku tak
mampu membalas smsnya, mungkin aku lebih tepatnya tak berani menghadapinya. Aku
pikir aku siapa sampai berani percaya dia suka padaku. Dan akhirnya aku
membiarkan smsnya tadi menjadi sms terakhirnya di inboxku, sampai nanti ketika
aku telah menemukan kembali kosakataku.
Dilain tempat seseorang sedang mendengarkan lagu Percayakan padaku-Sheila on 7
Saat mata terhalang oleh malam
Tidur dan berkembanglah
Saat sang pagi kembali menari
Datanglah dengan hati
Bila kau ragu pada impianmu
Percayakan padaku
Jalan hidup yang akan engkau tempuh
Percayakan padaku
Reff:
Tumbuhlah jadi pendampingku
Seiring malam yang menjemput senja
Kekasih percaya padaku
Kau nyata tercipta ’tuk di sampingku
Kau takkan pernah tahu apa yang kau miliki
Hingga nanti kau kehilangan
Maka jangan pernah tinggalkan aku
Kekasih oh kekasih
Lagu untukmu oh kekasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar