Saya ingat waktu itu, ketika saya sedang bermain twitter dan mendapati sebuah tweet dari (at)sindoradiofm. Tweet itu menginfokan bahwa mereka sedang bersama Andrea Hirata
dan siapapun boleh memberikan pertanyaan, sudah tentu dengan hadiah menarik
untuk pertanyaan terbaik. Siapa yang tidak tau mengenai Andrea Hirata? Saya
pikir, setiap orang mengenal namanya apalagi orang-orang seperti saya yang
berkeinginan menjadi seorang penulis juga, sudah pasti tidak menolak bila bisa
menjadi penulis seprti Andrea Hirata. Maka sayapun tidak menyia-nyiakan
kesempatan ini. I mean, it was a very big
chance to know special thing from a special author.
Saya sangat senang saat akun twitter saya di-mention
oleh (at)sindoradiofm karena mendapatkan hadiah atas pertanyaan saya. Keesokan harinya
saya ditelpon oleh crew (at)sindoradiofm untuk menanyakan alamat saya berkenaan dengan akan dikirimnya hadiah. Si mb
yang menelpon saya agak kaget saat tau saya tinggal di Lampung. Tebakan saya
mungkin karena mereka tidak menyiapkan akomodasi pengiriman hadiah diluar pulau
Jawa. Saya tertawa saja mendengar ekspresi kagetnya yang tersirat dalam
suaranya. Akhirnya saya bilang, mereka tidak perlu mengirimkan hadiah itu
karena mengetahui bahwa pertanyaan saya dianggap baik oleh seorang Andrea
Hirata pun saya sudah senang. Tapi sebagai gantinya, saya meminta pada mb itu
untuk mengirimkan rekaman jawaban dari mas Andrea Hirata atas jawaban saya,
karena walaupun mereka bilang pertanyaan saya bagus tetap saja saya belum
mendengar jawaban dari mas Andrea, apa gunanya coba?
Saat membuka e-mail
saya dan mendapati rekamannya, saya langsung memplaynya. Dan wow!
Bagian awalnya selalu membuat saya senyum-senyum saat
mendengarkannya. Berterimakasih atas pujian mas Andrea atas pertanyaan saya dan
panggilan mb dan beliau untuk saya which
at that time was still 17. It was really
a bright idea to listen to his answer!
Jawabannya membuat siapapun yang berniat menjadi seorang
penulis harus kembali mengintropeksi dirinya. Menemukan kembali apa alasan ia
menulis.
Kemudian setelah itu, yang kembali mengganjal di kepala saya
adalah bukan tentang bagaimana seorang penulis yang sukses tapi lebih kepada
apa sebenarnya definisi penulis itu?
Kalau setiap orang yang pernah menulis itu disebut penulis,
sudah tentu hampir seluruh manusia pernah menulis, baik tulisan yang
benar-benar sebuah tulisan ataupun hanya sekedar tugas karangan bahasa
Indonesia. Lalu apakah seorang penulis itu mereka yang telah menerbitkan buku?
Saat ini begitu banyak layanan self-publishing
yang mempersilakan siapa saja untuk menerbitkan tulisannya baik tulisan itu
layak atau tak layak disebut sebuah tulisan, tanpa sentuhan editor sedikitpun. Ditambah lagi, hobi
baru saya untuk blog-walking
mengantarkan saya pada blog-blog dengan tulisan-tulisannya yang tidak kalah
menggugah dengan buku-buku dietalase toko buku. Untuk akhirnya menulis buku
atau tidak itu hanya tinggal minat dan keputusan si blogger.
Saat saya kecil, sebenarnya saya sangat anti dengan yang
namanya membaca. Segala hurufnya yang berderet membuat saya pusing melihatnya,
kemudian kakak saya menyarankan komik tapi ternyata itu lebih parah. Urutan ballon pada komik yang sekenanya justru
membuat saya sering salah membaca urutannya dan sudah barang tentu saya tak nyambung dengan ceritanya. Walaupun saya
selalu ogah disuruh membaca, namun
kakak-kakak saya-yang sudah hobi membaca lebih dulu-terus saja menyuguhkan
buku-buku kepada saya. Kalaupun jalan-jalan saya selalu diajak ke toko buku.
Mereka selalu menggambarkan kalau orang-orang yang suka menenteng buku dan
rajin nongkrong di gramedia itu,
keren. Saya kecil yang dengan mudahnya dipengaruhi akhirnya percaya saja.
Pelan-pelan saya mulai sok-sokan suka
membaca. Saat SMP saya mulai benar-benar suka membaca. Baru setelah membaca 5cm
Dhonny Dirgantoro-lah saya memutuskan ingin menjadi seorang penulis.
Saya mau dan semoga mampu menjadi seperti Dhonny
Dhirgantoro, Andrea Hirata, Ahmad Fuadi, Dee Lestari, Pramoedya Ananta Toer,
Kristy Nelwan dan banyak nama-nama lain yang berhasil menggugah dan manyadarkan
pembacanya melalui kata-kata yang mereka rangkai.
Karena kau menulis. Suaramu tak kan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari.
- Pramoedya Ananta Toer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar