Senin, 15 April 2013

terjebak nostalgia

"Kamu mau ga jadi pacar aku?" suara Rizky yang jelas terdengar gugup akhirnya memecah hening di antara kami. Aku menghela nafas, yang aku takutkan benar terjadi. "Maaf ky" jawabku nyaris hanya gumaman. Dia sudah tau, Rizky seharusnya sudah tau kalau aku dengan bodohnya masih hanya menginginkan Adan. Sore itu, hanya senyum getir mencoba mengerti yang terpasang seadanya di wajah temanku itu.

Aku mengenal Rizky saat awal masuk kuliah. Dan aku mengenal Adan baru saat aku bergabung dengan sebuah komunitas pecinta alat musik tradisional. Tapi, walaupun aku lebih dulu mengenal Rizky, Adanlah yang lebih awal menyukaiku dan membuatku jatuh hati.

Adan adalah seorang flamboyan baik hati yang akan membuat siapa saja senang berada di dekatnya. Hal inilah yang kemudian membuat aku tak menanggapi serius sikapnya saat mendekatiku. Ku pikir Adan hanya menganggapku teman biasa, sama seperti halnya ia menganggap teman-teman yang lain. Pernah suatu sore saat kami baru saja selesai evaluasi projek dan duduk santai di homebase, tiba-tiba Adan menghubungkan handphonenya ke speaker yang ada disana dan kemudian dia bilang "lagu ini buat Zalea". Aku otomatis mendongak dan menatap Adan yang sialnya justru menyeringai senang. Saat aku masih sibuk dengan isi kepalaku sendiri, ku dengar lagu risalah hati mengalun dari speaker. Di susul suara ramai teman-teman yang mulai bilang cie. Aku menunduk karena yakin pipiku sudah bersemu merah seperti kepiting. Dalam hati aku mengutuk Adan, kalau memang dia hanya bercanda seperti yang biasa dia lakukan, candanya kali ini kelewat sukses membuatku merasa special.

Aku dan Adan semakin dekat. Tapi sikap Adan ke teman-teman perempuan yang lain pun tak menunjukkan batas yang jelas kalau aku lebih special dari mereka. Memang hanya padaku Adan sering bercanda atau aku setidaknya menganggap dia bercanda melakukan hal-hal yang dilakukan orang yang saling jatuh cinta. Mulai dari tiba-tiba memberi balon, sampai meminjamkan jaket. Tapi, tak ada usaha nyata yang berani dari Adan untuk membuatku yakin ia benar-benar menyukaiku akhirnya membuatku memutuskan untuk bersikap seadanya. Sampai suatu ketika temanku Ana bilang "kalo kamu memang suka sama Adan ya harusnya kamu ngerespon dong Za". "Loh apanya yang perlu direspon, emang apa yang dia lakuin itu beneran? Paling juga cuma becandaan" jawabku. "Terlepas Adan becanda doang atau beneran, tapi lu suka kan?" tanya Ana berhasil buatku mati kutu tak tau harus jawab apa. Ana temanku sejak kecil, dia sangat mengerti aku. "menurut lu gw suka sama Adan apa nggak An?" tanyaku. "nah kan, ya lu yang ngerasainlah. Kok malah nanya gw" jawab Ana sambil menyeruput cappucinonya. "iya juga ya An" jawabku sambil nyengir. Dari obrolan dengan Ana itulah aku mulai sering bertanya, bagaimana sebenarnya perasaanku ke Adan.

*bersambung dulu, moodnya cuma sampe sini. Kapan-kapan disambung lagi haha*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar